![]() |
img - radar kediri |
Di balik keunikannya, burung ini menyimpan banyak fakta menarik, mulai dari ciri-ciri biologis, perilaku, hingga makna simbolis dalam kebudayaan lokal. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang kareo padi, agar kita bisa lebih mengenal dan menghargai keberadaannya.
Identitas dan Ciri-Ciri Fisik
Burung kareo padi memiliki nama ilmiah Amaurornis phoenicurus, termasuk dalam keluarga Rallidae yang masih berkerabat dengan burung mandar. Ukurannya sedang, sekitar 29-30 cm panjang tubuh. Tubuhnya ramping dengan kaki yang panjang dan jari-jari kaki yang memanjang, memudahkannya berjalan di atas lumpur atau tanaman air.Bulu bagian atas tubuhnya berwarna coklat keabu-abuan, sementara bagian bawah (perut dan dada) berwarna putih keabu-abuan. Ciri khas utamanya adalah bagian bawah ekor berwarna putih yang tampak mencolok saat ia berjalan cepat. Paruhnya berwarna hijau kekuningan, dan iris matanya kemerahan.
Suaranya terdengar seperti teriakan “ruak-ruak” atau “wraak-wraak” yang nyaring, terutama saat merasa terganggu atau sedang menjaga wilayah teritorialnya.
Habitat dan Sebaran
Burung ruak-ruak umumnya hidup di lingkungan yang basah seperti:- Sawah yang masih aktif
- Rawa dan danau kecil
- Tepian sungai dengan vegetasi lebat
- Pematang dan selokan yang tergenang air
Di Indonesia, burung ini tersebar luas di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali. Ia juga ditemukan di banyak negara Asia lainnya seperti India, Filipina, Thailand, dan Malaysia.
Burung ini memiliki kebiasaan berjalan cepat dan sering terlihat menyelinap di antara semak atau rerumputan. Meskipun tergolong pemalu, ia cukup vokal dan bisa dengan mudah diketahui keberadaannya dari suaranya.
Kebiasaan dan Pola Hidup
Burung kareo padi adalah pemakan segala (omnivora) yang makanan utamanya meliputi:- Serangga kecil
- Cacing
- Siput
- Katak kecil
- Tunas dan akar tanaman air
Ia aktif pada pagi dan sore hari. Saat mencari makan, burung ini lebih suka berjalan di atas lumpur atau air dangkal, mencakar-cakar tanah untuk mencari mangsa.
Musim kawinnya terjadi pada musim penghujan. Ia membangun sarang dari ranting dan rumput kering yang tersembunyi di semak-semak. Betina bisa bertelur hingga 6 butir, dan kedua induk akan bergantian mengerami dan merawat anak.
Jika merasa terganggu, burung ini akan berlari cepat ke semak-semak atau berpura-pura pincang untuk mengalihkan perhatian predator dari anak-anaknya.
Makna dan Simbolisme dalam Budaya Lokal
Dalam tradisi masyarakat Jawa dan Sunda, suara ruak-ruak dipercaya membawa pertanda tertentu. Beberapa kepercayaan yang berkembang antara lain:- Pertanda datangnya tamu jika terdengar di malam hari
- Pertanda musibah atau berita duka, jika suara terdengar sangat keras dan berulang-ulang
- Dalam budaya Jawa, suara burung ini dianggap sebagai isyarat alam yang perlu dimaknai dengan hati-hati
Selain itu, ada cerita rakyat yang menyebutkan bahwa kareo padi adalah burung penjaga sawah, dan keberadaannya dianggap membawa kesuburan serta melindungi dari hama. Kepercayaan ini membuat beberapa petani tidak mengganggu burung ini meskipun hidupnya sangat dekat dengan lahan pertanian.
Ancaman dan Konservasi
Walaupun belum termasuk burung yang terancam punah, kareo padi tetap menghadapi sejumlah ancaman:- Alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri atau permukiman
- Pencemaran air yang mengganggu populasi mangsa alami mereka
- Perburuan liar, meski tidak seintensif burung hias lainnya
Menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature), status burung ini masih termasuk kategori Least Concern, tetapi populasi lokalnya bisa menurun drastis jika habitat alaminya tidak dijaga.
Penting bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk melindungi lahan basah dan sawah sebagai bagian dari upaya konservasi keanekaragaman hayati.
Burung kareo padi bukan hanya sekadar satwa liar yang menghuni sawah, tapi juga bagian dari kekayaan budaya dan ekosistem Indonesia. Suara khasnya menjadi bagian dari simfoni alam yang menenangkan, sekaligus membawa pesan-pesan simbolis bagi masyarakat lokal.
Menjaga habitatnya berarti menjaga keseimbangan lingkungan sekaligus melestarikan warisan budaya yang hidup di tengah masyarakat. Mari kita lebih peduli terhadap satwa-satwa liar di sekitar kita — mulai dari mengenal, menghargai, hingga menjaga keberlangsungan hidup mereka.
0 Komentar