![]() |
lustrasi - Hutan Aren Wajak |
Jejak Wajak di Masa Majapahit
Keberadaan Wajak sudah dapat ditelusuri sejak era Majapahit. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya artefak berupa patung Airlangga, uang Gobang, serta bekas batu bata kuno yang menurut ahli purbakala berasal dari masa kejayaan Majapahit.Penemuan-penemuan tersebut menunjukkan bahwa Wajak bukan sekadar wilayah pedesaan biasa, melainkan bagian dari peradaban besar yang memiliki peran dalam jalur perdagangan dan pemerintahan di masa itu.
Asal Usul Nama Wajak
Ada beberapa versi mengenai asal-usul nama “Wajak”:1. Dari Pohon Aren (Arenga pinnata).
Menurut penelitian Dr. Ary Keim dari BRIN, dahulu wilayah Wajak merupakan hutan pohon aren. Buahnya disebut “wajak”, yang mirip dengan kolang-kaling. Dari sinilah nama Wajak dipercaya berasal.
2. Makna Wajah atau Gerbang.
Dalam bahasa Jawa, “Wajak” berarti wajah atau muka. Konteks ini mengacu pada posisi geografis Wajak yang strategis, menjadi pintu gerbang Kabupaten Malang sekaligus wilayah perbatasan antara Kerajaan Kanjuruhan dan Singhasari.
3. Etimologi Bahasa Jawa Kuno.
Dalam bahasa Jawa Kuno, kata “Wojok” atau “Wajak” merujuk pada pohon aren. Hal ini memperkuat bahwa penamaan Wajak erat kaitannya dengan sumber daya alam yang ada di daerah ini.
Wajak dalam Lintasan Sejarah Kerajaan
Posisi Wajak yang berada di jalur strategis membuat wilayah ini sering masuk dalam wilayah kekuasaan kerajaan-kerajaan besar di Jawa Timur:- Abad ke-8: Wajak menjadi bagian dari Kerajaan Kanjuruhan, salah satu kerajaan Hindu awal di Jawa Timur.
- Abad ke-12: Wajak masuk ke dalam wilayah Kerajaan Singhasari (1222–1292 M), pusat kekuasaan yang besar di Malang Raya.
- Masa Mataram Islam: Setelah berdirinya Kerajaan Mataram pada akhir abad ke-16, tokoh ulama Mbah Rijek dipercaya datang ke Wajak sebagai bagian dari penyebaran wilayah dan syiar Islam.
Sosok Mbah Rijek: Ulama Penyebar Islam di Wajak
Salah satu tokoh yang sering dikaitkan dengan sejarah Wajak adalah Mbah Rijek (Abdurrozaq). Nama aslinya adalah Citro Nolo, putra dari Tumenggung Surontani yang berasal dari Mataram.Menurut catatan, Mbah Rijek datang ke Wajak sekitar 1614 M, pada masa pemerintahan Raja Sutawijaya (Sutowijoyo), pendiri Kerajaan Mataram Islam. Kehadirannya bukan sekadar untuk menetap, melainkan sebagai utusan dalam penyebaran Islam ke wilayah Malang yang saat itu masih kuat dengan pengaruh Hindu-Buddha.
Namun, terdapat perdebatan mengenai identitas Mbah Rijek. Sebagian pihak mengaitkannya dengan Habib Zein bin Soleh Assegaf, namun penelusuran sejarah menunjukkan masa hidup keduanya berbeda. Kesimpulannya, Mbah Rijek bukanlah Habib Zein, melainkan tokoh lokal yang berperan besar dalam Islamisasi Wajak.
Wajak di Masa Kolonial
Memasuki abad ke-19, Wajak mulai berkembang menjadi pusat ekonomi dan pemerintahan lokal. Beberapa catatan penting di masa kolonial Belanda antara lain:- 1883: Di Wajak sudah berdiri Pegadaian dan Loji, menunjukkan geliat ekonomi rakyat.
- 1925: Dibangun sistem irigasi pertanian untuk mengatur aliran air ke sawah, memperkuat basis pertanian masyarakat.
Namun, jauh sebelumnya, sejak 1591, Wajak sudah masuk ke wilayah administrasi VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). Letaknya yang strategis menjadikan Wajak salah satu titik penting dalam sistem pemerintahan kolonial Belanda di Malang.
Masa Jepang dan Kemerdekaan
Pada tahun 1942, Jepang mengambil alih Wajak dari Belanda. Masa pendudukan Jepang berlangsung singkat, namun meninggalkan catatan kelam berupa kerja paksa dan penderitaan rakyat.Setelah Indonesia merdeka, Wajak resmi menjadi bagian dari Kabupaten Malang. Memasuki era 1950-an, Wajak terus berkembang sebagai pusat industri dan perdagangan lokal, terutama dalam produksi hasil bumi.
Wajak sebagai Pusat Ekonomi Tradisional
Selain dikenal sebagai wilayah sejarah, Wajak juga menjadi pusat ekonomi tradisional. Pada masa lalu, masyarakat Wajak banyak menggantungkan hidup dari produksi gula aren dan kolang-kaling.Perdagangan hasil olahan pohon aren ini bahkan menjadi salah satu penopang ekonomi utama warga, sekaligus menjelaskan mengapa nama “Wajak” identik dengan pohon aren.
Perkembangan Menjadi Kecamatan Wajak
Seiring perkembangan pemerintahan di era Republik Indonesia, Wajak tidak lagi sekadar dikenal sebagai sebuah desa, melainkan kemudian ditetapkan sebagai kecamatan di wilayah Kabupaten Malang. Kecamatan Wajak saat ini membawahi 13 desa, yaitu: Bambang, Wonoayu, Beringin, Dadapan, Patokpicis, Codo, Blayu, Wajak, Ngembal, Sukolilo, Sukoanyar, Kidangbang, dan Sumberputih.Wajak bukan sekadar nama desa di Kabupaten Malang, melainkan sebuah wilayah yang kaya sejarah. Dari bukti peninggalan Majapahit, jejak Singhasari, pengaruh Mataram, hingga dinamika kolonial Belanda dan Jepang, Wajak telah melewati perjalanan panjang.
Nama Wajak yang diyakini berasal dari pohon aren sekaligus memperlihatkan bagaimana alam dan budaya menyatu dalam identitas masyarakatnya. Hingga kini, Wajak tetap menjadi “wajah” Kabupaten Malang, yang menyimpan banyak cerita untuk diteliti dan diwariskan kepada generasi mendatang.
—---------------
Sumber : Imam Zubaidi - Telisik Sejarah Wajak, Habib Zein Saleh Assegaf, dan Mbah Rijek - pengetahuan-bilmall.blogspot.com - diakses pada 25 Agustus 2025
0 Komentar